Senin, 22 Desember 2008

Beradu Kuat Negosiasi Biaya Trading term 2009

Bagi para peritel waktu teramat penting. Apalagi saat ini mendekati waktu memperbarui kontrak biaya syarat perdagangan 2009. Sebaliknya, pemasok dalam sepekan terakhir ini melakukan berbagai upaya, untuk menunda persetujuannya atas kompromi biaya syarat perdagangan 2009.
Upaya maksimal tersebut dilakukan, mengingat dalam sepekan terakhir pula ada sinyal kalangan peritel yang berusaha keras untuk mendapatkan persetujuan kontrak dari pemasok untuk kerja sama keduanya pada 2009.

Upaya maksimal tersebut dilakukan, mengingat dalam sepekan terakhir pula ada sinyal kalangan peritel yang berusaha keras untuk mendapat persetujuan kontrak dari pemasok untuk kerja sama pada 2009.

Direktur Eksekutif National Meat Processor Association (Nampa) Haniwar Syarif mendapatkan laporan dari anggota yang secara agresif terus dihubungi via telepon oleh peritel modern, dalam sepekan terakhir.

Berbagai cara pemasok untuk mengulur waktu persetujuan trading term 2009 memang memililki alasan. Pasalnya mereka berharap biaya syarat perdagangan 2009 bisa lebih ringan, karena Depdag telah mengemukakan wacana membatasi persentase potongan harga tetap, dan biaya administrasi pendaftaran barang dalam juklak Perpes No.112 / 2007.


Banyak pihak, termasuk pejabat Depdag, memperkirakan tanda tangan Mendag Mari Elka Pangestu akan mendarat di draft permendag juklak perpres pada November, atau paling lambat pekan ini.

Namun sampai hari ini, belum ada tanda-tanda permendag bakal terbit. Pemasok mulai gentar juga, karena peritel modern terus konsisten mendesak mereka untuk menandatangani kontrak.

“Nampa menginstruksikan agar semua anggota tidak menandatangani sebelum permendag yang menjadi juklak perpres keluar. Banyak peritel masih tetap berusaha mendapat trading term [yang lebih tinggi sebelum permendag keluar], “ kata Haniwar.

Tunggu Juklak
Instruksi Nampa itu berdasarkan surat edaran Depdag No.270 / PDN / 2008 yang diterbitkan pada Juli 2008 yang menegaskan penetapan syarat perdagangan 2008 tidak lebih besar dari 2007, sampai dengan diterbitkannya permendag sebagai petunjuk pelaksanaan Perpres No. 112 / 2007 dan berlaku kepada semua supplier.

Harapan pemasok bakal bisa tertekannya biaya syarat perdagangan kali merupakan yang kedua kali. Pertama kali nya adalah saat pemerintah menginstruksikan peritel mal tujuh jenis trading term.

Ketua umum AP3MI (Asosiasi Pengusaha Pemasok Pasar Modern Indonesia) Susanto ketika itu mengomentari perpres yang terbit pada 27 Desember 2007 itu, akan menekan biaya syarat perdagangan hingga 30%.

Namun kenyataan yang terjadi sebaliknya. Biaya syarat perdagangan yang diinginkan peritel modern kondisinya seperti tahun sebelum nya, malah mengalami peningkatan. Kok bisa? Segala calah memang bisa muncul dari peraturan yang ada.

Kali ini peritel memang benar ada yang meminta Cuma tujuh jenis syarat perdagangan kepada pemasoknya. Namun setiap jenis biaya itu kemudian memiliki ‘anak dan cucu’

Harapan yang terempas itu kemudian bangkit kembali dengan akan muncul nya permendag yang menjadi petunjuk pelaksanaan Perpres Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern.

Memang keputusan wacana yang dilontarkan dalam rapat mengenai isi draft permendag tentang adanya batasan biaya syarat perdagangan, belum bisa dipastikan bakal muncul. Namun, pemasok memiliki harapan, bahwa permendag masih bisa menjadi ‘penyelamat’ bisnis mereka.

Tak tahulah, jika kemudian Mendag Mari kemabli mengulur waktu penerbitan permendag, mungkin dengan alasan untuk lebih seksama mempelajari nya.

Data : Bisnis Indonesia By: Linda Silitonga.

"Hm... Lagi-lagi masalah trading term, memang biaya-biaya dari retail yg tinggi sungguh sangat memeras, sudah saat nya ada patokan khusus untuk biaya-biaya tersebut.

Rabu, 10 Desember 2008

Perlukah Punya Mimpi

Suatu ketika saat sedang ngobrol dengan temen saya, dia tiba-tiba bercerita tentang kakak iparnya dan istrinya. Dengan nada heran dan tidak bisa menerima dia berkata, ”Gila tuh kakak Ipar gua!, Semua yang ingin dia capai, sudah dia tulis dibuku catatannya termasuk semua cita-cita atau keinginannya 5 tahun ke depan.”

Temen saya punya pemikiran yang sama dengan kakaknya yang menganggap kakak iparnya aneh. Kondisi ini pasti banyak dialami oleh orang lain, dimana banyak yang menganggap menulis semua harapan atau cita-cita atau target merupakan hal yang tidak biasa atau tidak layak. Hal yang sama juga sering terjadi pada kita sendiri. Walaupun sangatlah penting untuk menuliskan apa yang kita cita – citakan atau yang akan kita capai.

Apa yang kita tulis sebagai cita – cita ,biasanya kita akan berusaha untuk mencapainya . Langkah untuk mengambil alat tulis ( pena dan kertas ) sampai menulis apa target kita besok,minggu depan ,tahun depan atau beberapa tahun lagi kelihatan simple tapi tidak semua orang bisa melakukan hal ini.

Dengan menulis apa yang kita inginkan atau target, tanpa kita sadari arah hidup kita dan arah yang kita tuju menuju pada sasaran yang sudah kita tulis .

Banyak Pemimpin atau pengusaha sukses juga bermula dari bagaimana mereka menuliskan mimpi dan cita – cita mereka sehingga dalam kehidupan mereka selalu berusaha keras ,bekerja semaksimal mungkin untuk mencapai apa yang mereka cita – citakan. Sekarang semua tergantung sama kita ,apakah kita akan mulai menulis atau hanya menganggap hal ini hal sepele yang mungkin tidak perlu kita lakukan setelah membaca hal ini. Michael J.H.

Author : Michael J.H
Edited : Florensia

Konsumen

Tidak terasa waktu sudah sore, saya rencana mau pulang agak cepat karena ada keperluan di rumah, karena cuaca panas dan rambut sudah agak panjang, saya kepikiran untuk coba merapikan rambut di mall sebelah kantor, kebetulan ada salon yang baru buka. Saya coba datangi salon tersebut yang masih terbilang sangat baru, tidak ada konsumen sama sekali saat itu. Pegawai sedang bercanda dan telp sana sini sambil bergosip ketika saya masuk dan duduk untuk dilayani. Saya coba tanya – tanya ke pegawainya mengenai fasilitas, salah satunya adalah refleksi. Pertanyaan saya sangat simple yaitu ” Pak, harga 60 rb itu untuk berapa lama, 1 jam atau 1,5 jam ”, si pegawai kelihatan binggung, akhirnya menjawab tidak tahu .

Sambil berbicara tentang model rambut yang saya mau, saya mencoba melihat sekeliling salon dan melihat desain ruangnya. Tidak lama kemudian, ada 2 orang wanita masuk, semua pegawai langsung tertib dan kasir langsung memanggil salah satu wanita itu dengan sebutan Ibu dengan sangat hormat.

Setelah saya lihat dan dengar pembicaraan mereka, ternyata wanita itu adalah pemilik dari salon ini. Saat telp dan terima telp di setiap pembicaraan si Ibu selalu menawarkan diskon 50% ke rekan – rekannya yang mau memotong rambutnya di salon ini. Si ibu kemudian berbicara dengan kasirnya ” Kalau ada yang potong rambut sambil menunjukkan kartu nama saya ” kamu kasih diskon 50% ya.

Dalam hati saya berpikir, wah mungkin saya akan ditawari juga nih beberapa kartu nama si ibu untuk direferensikan ke rekan – rekan kerja dengan diskon 50%. Pikiran ini masuk ke otak saya begitu saja, karena saya berpikiran saat itu konsumen satu satunya adalah saya. Tunggu punya tunggu ternyata si ibu tidak menawarkan apa – apa dan akhirnya pergi begitu saja. Saya langsung berpikir, wah ibu ini kehilangan sales karena tidak menawarkan kartu diskonnya ke saya, saya berkantor di sebelah mall dan banyak pegawai atau karyawan yang mungkin bisa potong rambut atau refleksi.

Beberapa hal yang bisa kita pelajari dari cerita ini adalah :

  1. Kurang terlatihnya pegawai salon ini menjawab pertanyaan konsumen.
  2. Pegawai kurang menguasai fasilitas dan detailnya.
  3. ”Si Ibu ” Pemilik salon ini tidak memamfaatkan konsumen yang "ada" di salonnya untuk memperkenalkan salonnya dan mendapatkan konsumen baru dari konsumen yang sedang dilayani.
  4. Hal ampuh yang hilang adalah promosi dari mulut ke mulut ,sedangkan ibu ini sendiri mencoba menelpon ke rekan – rekannya agar datang ke salonnya.

Kalau kita amati, banyak sekali hal disekitar kita yang kasusnya sama dengan cerita ini . Michael .J.H

Edited : Florensia

Pemimpin

Banyak pertanyaan yang selalu muncul jika kita membahas mengenai leadership, apakah leadership ini bisa dibentuk, dipelajari atau merupakan bakat sesorang .
Suatu ketika seorang temen datang kepada saya dan berkata ” Apa yang kurang dari saya sehingga saya sering tidak diperlakukan dengan baik oleh bawahan saya padahal saya selalu memberikan support dan perlakukan mereka dengan baik” Hal ini kelihatan aneh sekali, dimana seorang pemimpin merasa dia diperlakukan kurang baik oleh bawahannya, sementara si pemimpin merasa dia berbuat sangat baik terhadap bawahannya. Apakah anda pernah alami juga hal ini ?

Kita kadang tidak sadar dengan hal ini , bahwa sebenarnya masalahnya adalah di cara kita memimpin ( leadership ). Kata – kata memimpin seakan akan sangat mudah kita denger dan lakukan tapi seorang leader sesungguhnya tidak terjadi dalam waktu sekejap mata atau dalam waktu hitungan hari. Seorang leader harus melalui tahapan atau proses yang terus menerus dan belajat terus menerus .

Seorang leader selalu menjadi panutan atau dijadikan teladan oleh bawahan atau pengikut mereka ,dari proses ini baru leader akan mendapatkan respect dari pengikutnya atau bawahannya. Jadi jika ada seorang pemimpin yang binggung dengan apa yang dialami maka langkah pertama yang harus dilakukan si pemimpin adalah melakukan review terhadap dirinya dan belajar untuk terus menerus mengembangkan cara kepemimpinannya .

  1. Banyak hal yang dapat dilakukan untuk mengembangkan kepemimpinana seseorang , misalnya :
  2. Banyak membaca dan mengembangkan wawasan untuk diri sendiri .
  3. Mengikuti seminar atau workshop kepemimpinan.
  4. Berkumpul dengan temen atau pemimpin yang lebih hebat sehingga aroma kepemimpinan akan terbentuk perlahan.
  5. Belajar menerima dan membuka diri untuk hal – hal baru dan masukkan .
  6. Belajar berkorban untuk pengikutnya .
  7. dan banyak hal lagi yang dapat dilakukan pemimpin untuk meningkatkan kepemimpinannya.

Menjadi pemimpin tidaklah semudah yang kita bayangkan, pemimpin menjadi sorotan, panutan dan harapan banyak pengikutnya . Michael J.H.


Author : Michael J.H
Edited : Florensia