Jumat, 29 Agustus 2008

Hot Marketing

Ringkasan Buku

HOT MARKETING: 15 Cara Paling Panas Mengorbitkan Merek
by : (Ippho Santosa – 2008)
15 cara paling panas mengorbitkan merek:

  1. Patuhi A&W
    A&W = articulatable & writeable (pengucapan & penulisan)
  2. Maknai benak konsumen
    “mendaftarkan” produk di benak konsumen
  3. Bangkitkan dan tularkan “roh”
    perusahaan dan SDM yang bekerja harus tertular “roh” yang menjadi
    impian dari founder
  4. Bentuk personality
    melalui personality akan tercipta emotional bond yang akhirnya
    menumbuhkan loyalitas merek
  5. Nikmati masa kecil
    “benefit” dari merek/bisnis yang masih kecil
  6. Perkuat barisan internal
    bagian Internal (SDM, administrasi, keuangan, purcashing, produksi)
    harus diperkuat agar bagian ekstrenal (pemasaran, distribusi, business
    development) dapat bekerja secara maksimal.
  7. Tebarkan story of glory
    identik dengan hal2 yang bisa menjadi word of mouth
  8. Waspadai pisau bermata dua
    pisau bermata dua dari Sales Promotion
  9. Abaikan mitos kualitas
    kualitas aktual produk penting dan perlu diimbangi dengan kesan kualitas (perceived quality) yang seimbang
  10. Bergeraklah seperti 4-wheel-drive
    manfaat sisi rational-emotional, spiritual-physical yg bisa menarik hati konsumen
  11. Tirulah pendaki gunung
    Teknik mendaki menjelang puncak gunung dan ketika sudah berada di puncak gunung berbeda
  12. Ajukan 1001 alasan
    More reasons, more purchases
  13. Sambutlah anti-brand
    Persaingan membuat market size jadi lebih besar, konsumen lebih aware
  14. Tetaplah awet muda
    Brand revitalization
  15. Lestarikan keunikan
    Keunikan merk

PATUHI A&W
Sejatinya, pihak yang selalu melayangkan komunikasi pemasaran adalah pihak eksternal, BUKAN internal,
sehingga diantara puluhan kriteria dalam memilih sebuah merek, A&W adalah kriteria yang terbaik.
Maka, patuhilah!
A&W – articulatable & writeable
Articulatable = pengucapan – brand haruslah mudah diucapkan oleh konsumen
Writeable = penulisan – brand haruslah mudah ditulis oleh konsumen
Mengapa? Banyak orang (konsumen) yang mengidap dyslexia (susah membaca dan mengeja) dan wordphobia.
Jika brand bermasalah dengan pengucapan dan penulisan maka akan bermasalah dari segi pengingatan (memorability).

MAKNAI BENAK KONSUMEN
Mendaftarkan merek sehingga berhak memampang tanda ® atau TM, memang bukan perkara yang gampang.
Namun begitu, yang paling penting adalah MENDAFTARKANnya di BENAK KONSUMEN
Merek dengan embel-embel ® atau TM, tidak secara otomatis menjadi merek yang terdaftar di benak konsumen.
Pastikan merek anda mengandung makna (meaningfulness) di benak konsumen, bukan cuma di benak anda.
Iringi merek dengan: business description, positioning statement, vision statement dll.

BANGKITKAN & TULARKAN ROH
Sewaktu bisnis berdiri untuk pertama kalinya, bisnis itu hampa.
Jadi hendaklah sang founder yang membangkitkan “roh” itu, sekaligus menularkannya kepada karyawan,
seterusnya pada perusahaan.
Mungkinkah karyawan atau management mengambil alih dan mengemban amanat tsb? TIDAK MUNGKIN.
Karena impian dan kepentingan founder tidak sama dan tidak mungkin sama dengan kepentingan management

BENTUK PERSONALITY
Merek akan tetap menjadi benda mati sebelum dibentuk PERSONALITY-nya.
Wujudkanlah personality, agar merek terkesan hidup dan berinteraksi dengan pelanggan.
Dengan demikian, merek akan menyemai EMOTIONAL BOND dengan pelanggan dan menumbuhlan LOYALITAS merek.

NIKMATI MASA KECIL
Adakah yang salah dengan bisnis yang masih kecil?
Ternyata bisnis kecil itu menyimpan kenikmatan tersendiri, yang jarang sekali diendus oleh marketer.
Manfaat/benefit bisnis yang masih kecil:

  • Bisa berubah arah tanpa risiko yang terlalu besar (bisa dengan mudah dan cepat untuk berubah)
  • Tidak kelihatan “dosa-dosa”/kesalahannya – tidak terlalu dipedulikan oleh konsumen/publik
  • Positif citranya – tidak dikecam oleh konsumen/publik
  • Teredamnya persaingan
  • Tidak kepalang tanggungnya daya juang
  • Memungkian personal touch kepada setiap pelanggan

PERKUAT BARISAN INTERNAL
Sebuah bisnis tidak ubahnya seperti helikopter, mengudaralah setelah memeriksa mesinnya terlebih dahulu.
Dengan kata lain: perkuatlah barisan internal sebelum anda mengurusi pemasaran
Aktivitas di Perusahaan:

  • INTERNAL : SDM, Administrasi, Keuangan, Purchasing, Produksi ® mengandalkan EFFICIENCY
  • EKSTRANAL : Pemasaran, Distribusi, Business Development ®mengandalkan EFFECTIVENESS
    Aturan: Jangan aktifkan pemsaran dan fungsi2 eksternal terkait, SEBELUM fungsi2 internal beres.
    Contoh: Pelayanan yang kurang sigap, bahan baku haibs, mesin ngadat dll, bisa menyebabkan konsumen marah karena
    tidak mendapatkan produk/layanan yang sudah digembar-gemborkan oleh pemasaran.
    Aksi pemasaran yang tidak atau lupa di-back up dengan fungsi2 internal, dapat mengakibatkan bencana.

TEBARKAN STORY OF GLORY
Merek tidak melulu dibangun oleh iklan. Suatu ketika merek akan sangat membutuhkan story of glory. Karena secara alamiah, manusia akan mendengarkan percakapan manusia di sekitarnya dan disitulah story of glory bekerja. Tebarkanlah!
Penasaran itu identik dengan pemasaran. Cerita dibalik merek (story), baik itu disengaja atau tidak, mampu mendorong kesuksesan merek (glory).
Jaman sekarang, story of glory bisa bergerak lebih mencolok dan lebih mencolok daripada iklan.
Menurut Christ Fill: Iklan tidak memiliki satu hal yang dimiliki oleh story of glory, yaitu KREDIBILITAS.
Merek tidak melulu dibangun dengan iklan.
Melahirkan story of glory:

  • Perkuat dulu barisan internal
  • Pastikan story berdampak positif, bukan sekedar populer (pupularity with positivity)
  • Jangan sampai keseringan, karena publik bisa resisten

WASPADAI PEDANG BERMATA DUA
Di satu sisi Sales Promotion dapat membawa sejumlah manfaat.
Namun di sisi lainnya, Sales Promotion yang seradak-seruduk juga dapat mengundang malapetaka, terutama terhadap kekebalan merek.
Waspadailah pisau bermata dua!
Iklan -> alasan untuk membeli (reason to buy)
Sales Promotion -> insentif untuk membeli (incentive to buy)
Contoh sales promotion: discount, potongan harga, kupon, hadiah, dll.
Manfaat Sales Promotion:

  • Untuk mempercepat action dari pelanggan
  • Untuk menambah value kepada pelanggan/distributor
    Malapetaka yang bisa timbul dari Sales Promotion yang seradak-seruduk:
  • Sales Promotion yang terlalu heboh dan keseringan (diskon 70%, banting harga, super murah, dll) bisa membuat
    konsumen kesal, karena konsumen tidak bisa membedakan apakah itu benar-benar diskon atau tidak.
    Diskon seringkali menyadarkan konsumen bahwa selama ini marketer telah mengeruk keuntungan yang berlebihan
    dan dengan digelarkanya diskon setiap saat membuat konsumen berpikir, “Huh! Ini sih bukan diskon, memang
    harganya segitu”.
  • Sales promotion MEMANGKAS MARGIN. Setiap kali anda ber-sales-promotion, maka pada waktu yang sama anda
    juga mesti menyisihkan anggaran untuk mengiklankan program sales promotion tersebut kepada publik - suka
    tidak suka, anda tekor 2 kali.
  • Dalam jangka panjang, sales promotion bisa menggerogoti kekebalan merek (debranding).
    Ingatlah, obat hanya akan berfungsi jika sesekali digunakan dan sesuai dosis. Kalau kebanyakan, bisa jadi racun yang paling jahat. Bagaimana pun, sales promotion dalam wujud apapun, dapat mengikis kesetiaan pelanggan terhadap merek
    (brand loyalty)
  • Dalam jangka panjang, kesetiaan pelanggan bisa melenceng ke insentif, bukan lagi pada merek.
    Sesekali sales promotion memang dibutuhkan, NAMUN tidak ada satu pun merek berharga di muka bumi ini dibesarkan
    semata-mata dengan sales promotion.

ABAIKAN MITOS KUALITAS
Kualitas adalah kualitas.
Penjualan adalah hal yang lain.
Terkadang hampir-hampir tidak ada hubungan diantara keduanya.
Mengapa begitu? Karena terdapat 2 jenis kualitas. Berhati-hatilah!
2 jenis kualitas:

  1. Kualitas aktual (actual quality) º REALITAS
  2. Kesan kualitas (perceived quality) º PERSEPSI
Kesan kualitas (perceived quality) = persepsi konsumen terhadap totalitas mutu dan keunggulan merek. Fakta: Kualitas aktual semata tidak cukup (meskipun perlu), tidak bisa tidak, anda harus merekayasa kesan kualitas. Di benak konsumen, PERSEPSI itu sendiri adalah REALITAS.
David Aaker dalam Managing Brand Equity:
Kesan kualitas itu berpengaruh langsung terhadap keputusan pembelian dan loyalitas merek, apalagi kalau pembeli tidak termotivasi atau tidak sanggup menganalisis secara detail.
Robert Buzell & Bradley Gale dalam The PIMS Principle:
Dalam jangka panjang, faktor tunggal yang paling menentukan kinerja bisnis adalah kesan kualitas merek itu sendiri.
Konsumen hanya peduli dengan kesan kualitas atau kualitas yang dipersepsi.
Konsumen lebih percaya pada pikirannya sendiri ketimbang realitas yang di atidak pernah tahu.
Jadi, teroboslah MINDPLACE terlebih dahulu, agar produk kita diterima di MARKETPLACE.
Al Ries: I believe that marketing is about building brands in the mind of consumers
Teruskan usaha untuk terus mengejar kualitas aktual yang sempurna DAN imbangi dengan kesan kualitas yang prima.
Setiap kali anda berkeringat untuk mengembangkan kualitas aktual, pastikan konsumen adan megetahui jerih payah
tersebut.

BERGERAKLAH SEPERTI 4-WHEEL-DRIVE
4-Wheel-drive : Rational-Emotional, Spriitual-Physical
Selain sisi rasional dan emosional, manusia juga dikaruniai 2 sisi lain yaitu spiritual dan fisikal.
Inilah yang luput dari perhatian marketer.
Hendaklah sebuah merek mengerahkan dan mengarahkan daya tariknya pada 4 sisi itu secara simultan.
  • Rational : fitur, harga jual, cara bayar dll
  • Emotional : desain, kekuatan merek, reputasi perusahaan, dll
  • Spiritual : brand appeals yang selaras dengan nilai2 vertikal yang dimiliki oleh konsumen
  • Physical : kenyamanan indrawi – dilihat (visual), didengar (auditory), dirasakan (kinesthetic), dikecap (gustatory), dibaui (olfactory)

TIRULAH PENDAKI GUNUNG
Ada 2 tahap dalam menaklukkan sebuah gunung:

  • menjelang sampai di puncak
  • di puncak itu sendiri
Samakah tingkat kesulitannya? PASTILAH TIDAK! Ketahuilah, pemasaran pun seperti itu.
Bandingkan:
Menjelang sampai di puncak Di puncak gunung itu sendiri

  • Lebih susah
  • Pendaki dituntut untuk total dari segi teknik,
konsentrasi dan stamina
  • Fase sebelum sukses
  • Lebih mudah
  • Bisa melenggang sambil bersiul
  • Fase setelah sukses (level ke-1)
Menjadi spesialis (fokus), bukan generalis, adalah kendaraan yang paling cepat untuk menuju kesuksesan (setidak-tidaknya kesuksesan level ke-1).
Missing link: acapkali marketer menerapkan perluasan merek dan diversifikasi produk TERLALU DINI Fokus dulu! Perkuat merek dan bisnis terlebih dahulu.
Untuk mencapai sukses level ke-1, mulailah dengan fokus.
Untuk menikmati sukses level berikutnya, anda bisa memilih untuk fokus atau tidak fokus.
Jika dipilih untuk tidak fokus:
  • Lakukan pemisahan merek dan pemisahaan pengelolaan
  • Strategi merek tunggal berlaku hanya untuk pasar yang masih rendah kadar persaingannya
  • Ingat: untuk pasar yang berbeda, diperlukan merek yang berbeda

AJUKAN 1,001 ALASAN
Agar marketable, ajukanlah alasan demi alasan. Tentu saja dengan mematuhi rambu-rambunya.
Salah satu: Jangan lengah terhadap fenomena “Admired, but not adopted”
Alasan-alasan yang dapat dijajal dan dijejalkan (asalkan tidak melanggar hukum/rambu-rambu):

  • Popularitas merek
  • Kepribadian merek
  • Kesan kualitas
  • Kenyamanan indrawi
  • Dll
Intinya adalah sesuatu yang apik dan menarik ® MORE REASONS, MORE PURCHASES
Rambu-rambu yang tidak boleh dilanggar:
  • Jangan kemukakan alasan yang mengada-ada
  • Jangan abaikan core benefit produk
  • Jangan lalai dengan fenomena ”admired, but not adopted” (dipuji, tapi tidak dibeli)
  • Jangan mengusung alasan-alasan yang tidak paralel. Karena dengan alasan-alasan yang tidak paralel, kepribadian merek bisa mendua (split personality) dan keunikan
    merek bisa memudar.

SAMBUTLAH ANTI-BRAND
Undoubtedly, sudah menjadi hukum alam, begitu mengorbit, merek akan disergap oleh antr-brand. Nah, mungkinkah itu memudarkan popularitas merek? Ternyata, apa yang terjadi malah sebaliknya.
Contoh Brand dan Anti-Brand-nya:
Flexi-Esia, Indomie-Mie Sedaap, Bimoli-Filma, Kompas-Indopos, Kacang Garuda-Dua Kelinci, dll.
Anti-brand -> penentang & penantang
Manfaat dari anti-brand:

  • melejitkan, bahkan melambungkan popularitas
  • dengan hadirnya anti-brand dapat mengedukasi dan menghimpun konsumen sehingga market size menjadi lebih luas secara keseluruhan. (persaingan memaska konsumen lebih aware)
  • anti-brand juga memicu dan memacu potensi diri
  • anti-brand akan menebar citra positif pada seluruh pemain sekaligus menjadi bahan benchmarking
Apa yang harus diperbuat jika anti-brand tidak pernahmuncul? CIPTAKAN anti-brand bagi merek anda sendiri.
Contoh: Elex Media Computindo, Grasindo, BIP adalah “sepupu” Gramedia
Fanta, Sprite, Sarsi adalah “saudara dekat” Coca Cola dll

TETAPLAH AWET MUDA
Keabadian, kekekalan, keawetan – itulah cita-cita semua orang.
Sudah menjadi tugas merketer menjadikan mereknya SURVIVE & SUSTAIN
Agar merek bisa SURVIVE & SUSTAIN, lakukan peremajaan merek (Brand Revitalizaton)
Cara: merencanakan variasi produk, slogan baru, kemasan baru, iklan baru, dll.

LESTARIKAN KEUNIKAN
Ujian terberat dalam branding adalah WAKTU.
Di satu sisi, waktu yang memupuk kekuatan sebuah merek.
Namun di sisi lain (seandainya ceroboh), waktu jualah yang memangkas keunikan sebuah merek. Jadi lestarikanlah!
Brand manager seringkali memaparkan: “A adalah corporate brand, B adalah umbrella brand, C adalah parent brand, D adalah sub-brand. Masing-masing merek akan dirangkai dengan positioning statement dan vision statement”.

Namun, konsumen tidak pernah secerdas itu. Konsumen tidak sanggup membedakan corporate brand, umbrella brand, parent brand, sub brand, positioning dan vision statement. Dan anda tidak bisa memaksa mereka untuk menghafalkannya.
Bagi konsumen, merek tetaplah sebuah merek – yaitu sepenggal kata yang tersimpan di memori mereka. Kita boleh memakai kata/kalimat pelengkap untuk mendampingi merek ASAL itu memang benar2 diperlukan.
Hati2, karena keruwetan demi keruwetan akan memberangus keunikan merek.
Jangan2, perluasan merek, diversifikasi produk yang tidak pada tempatnya dapat mengebiri keunikan merek dalam jangka panjang.
Untuk tetap menghidupkan keunikan merek, sosialisasikanlah secara KONSISTEN dan telaten (tiba masa bagi periklanan untuk unjuk gigi dalam hal ini).
Perkara yang patut diwaspadai adalah: PERALIHAN management.
Orang lama seringkali dipandang tidak becus oleh orang baru, sehingga akhirnya apa yang telah dipelihara dengan susah payah oleh orang lama bisa dihapus bersih oleh orang baru, tidak terkecuali keunikan merek.
Pastikan merek anda berada di zona yang positif, selalu!
Jangan pernah tergiur sensasi2 murahan seumpama publisitas dan promosi penjualan yang hanya mengkatrol popularitas sesaat, tapi ujung-ujungnya malah kontra-positif terhadap keunikan merek.



Bukan berarti publisitas dan promosi penjualan adalah sesuatu yang pantang. Jika keduanya berujung pada pemantapan keunikan merek, lakukan!
Jangan lupa: Alasan utama kita melekatkan sebuah merek pada produk dan membangun merek tersebut adalah ingin produk dikesan unik, berbeda dengan produk lain.

-FlorenZ-

SEMINAR APRINDO JABAR

Seminar : “Perkembangan Industri Retail di Bandung & Jawa Barat “
Tempat : Hotel Preanger Bandung, 25 Agustus 2008
Peserta : Peritel, Supplier, Dewan Pemerintahan kota Jawa Barat
Pembicara : Yongky S. Susilo, Retailer Service Director Nielsen Indonesia



Belum lama ini saya menghadiri seminar yang diadakan oleh APRINDO – Dewan pengurus Daerah Jawa Barat. Mari kita lihat bersama apa saja yang diulas dalam seminar tersebut.
Seminar tersebut dibuka oleh beberapa kata sambutan terutama dari ketua APRINDO Jabar, Bp. Budi Siswanto Basuki yg juga presdir dari Ritel Yogya & Yomart, dan dari Kepala Dinas Perindustrian & Perdagangan Jabar, Drs. H. Agus Gustiar, M.Si.

Beberapa hal yg harus digarisbawahi adalah bahwa akan dibentuk undang-undang untuk mengatur mengenai perijinan pendirian ritel modern di suatu wilayah, misalnya dari segi tata ruang, zonasi. Selain itu pesan dari Bapak Agus agar persaiangan antara pasar modern dan pasar traditional tetap terbina :

  1. Peritel Modern sebaiknya tidak merusak pasaran produk terutama produk komoditi dengan menjual nya sangat murah.
  2. Peritel modern harus mengikuti segala jenis peraturan yang berlaku seperti SNI, perijinan dll.
  3. Peritel modern hendaknya peduli lingkungan, misalnya dengan menjual harga khusus produk tertentu kepada masyarakat ekonomi ke bawah.

Executive Insights :

  • Traditional trade still dominates the Asia grocery outlets
  • The More Develop, the country will have bigger population per store (less store number) due to efficiency in trade structure; however countries with large rural area are in show pace.
  • Modern trade is gaining importance in Asia due to supply (local and foreign expansion) and demand (urban consumers behavior changes and manufactures distribution effectiveness); large format and convenience stores are most growing formats.
  • Supermarket format are loosing relevance to the consumers in many markets due to hypermarket and convenience store acceptance.
  • Indonesia, India, Sri Lanka, Philippines, Vietnam are in the group of countries where traditional shopping as main store; Main reasons are convenient / within walking distance
  • Fresh produce is still purchased on daily basis in Asia, takes 50% of shoppers budget, and done in wet market; therefore fresh category is key driver for building grocery business.

Memang saat ini sangat dirasakan bahwa pasar modern perlahan mulai mengambil share dari pasar traditional, hal ini sebenarnya sudah menjadi rahasia umum, jelas saja begitu secara nyata kita bisa liat bahwa semua nya lebih baik di pasar moder daripada di pasar traditional :

  • Infrastruktur
  • Management
  • Koordinasi kerja
  • Distribusi barang
  • Sistem Waralaba / frenchise yang memungkinkan meluasnya brand image ritel lbh luas.
  • Suasana belanja yg menarik, fun dan full entertainment.

Trend ke depan untuk outlet memang cepat atau lambat akan menjadi modern ritel yaitu dengan konsep self service, bukan hanya mempercantik outlet saja, karena itulah ”jantung” nya ritel modern IMPLUSE BUYING.

Pasar Traditional
Bagaimana dengan peluang pasar traditional sendiri, jika kita sempitkan pasar traditional yaitu pasar basah (wet market) maka peluang nya adalah masih sangat besar. Karena di Indonesia sendiri, populasi rural masih 60% dibandingkan populasi urban.

Survey shoppers behavior menunjukkan bahwa konsumsi untuk product fresh 50% dari total spend money masyarakat Asia.

Maka peluang perkembangan pasar masih cukup besar,
Mengapa?? Karena seperti hal nya di negara Asia lainnya, penduduk di Asia masih terimage “beli makanan fresh ya di pasar”. Hal ini lah yang membuat ritel international seperti Tesco, Carrefour, Wal*mart sedikit kesulitan menembus negara-negara di Asia. Ambil contoh, Masyarakat di China suka sekali makanan fresh, seperti ikan, ayam yang dipotong dalam keadaan hidup-hidup. Jika di pasar traditional dapat menyediakan hal ini dengan adanya kolam besar, kandang ayam.. apakah di pasar modern bisa??

Selain itu image murah memang masih sangat melekat di pasar, apalagi ditambah dengan sistem tawar menawar yang merupakan ciri khas dari pasar basah & excitement yg tidak bisa diganggu. (Bagi ibu-ibu nawar IDR 50 perak saja sudah bisa bikin puas)

Dari grafik ini dapat dilihat bahwa memang frekuensi pergi ke pasar basah masih sangat tinggi, selain karena kesukaan mereka akan produk fresh, ternyata juga dipengaruhi dari tingkat perekonomian. Bahkan untuk masyarakat vietnam hampir setiap hari pergi ke pasar. Apakah ini karena mereka ga bisa beli kulkas??? (kemungkinan besar)

So, sebetulnya jika mau disimpulkan untuk traditional store :
  • Opportunity : massive presence and highest visits
  • Challenge : Difficult to distribute and lesser basket size
  • Consumer centric : No experiential shopping.

Executive Insight

  • Traditional still dominates the retail stores numbers in Indonesia (over 99%); the total number is still growing (2%)
  • Indonesian consumer use multi-format in their monthly shopping both modern and traditional; however, traditional stores and wet market are still granted by consumers with the most frequently visited (26 and 13 times per month)
  • Hypermarket is for monthly shopping, supermarket is for weekly fresh shopping, minimarket weekly topping up, traditional store for daily topping up, and wet market for every other day fresh produce shopping.
  • For today’s consumer, traditional stores is for convenient and basic grocery
    - Traditional stores getting small basket
    - Modern gaining big basket (bulk and impulse purchase)
  • Wet market (pasar traditional) is absolute destination place for fresh produce, purchase in average every two days.
  • Traditional stores are independent small operators with no consumer centric factors such as limited stock, limited sales processing, no marketing, no product access for consumers, low loyalty (no experiential)
    - key to improve and grow is; distribution and buying power group
  • New traditional stores are opened and set up in quick manner; however, due to owners’ lack of retail business management, knowledge and cash flow disciplines lead to store closures.

Memang sih belakangan ini ribut-ribut soal pertumbuhan modern market yang benar-benar pesat. Apakah benar ? coba kita lihat grafik di bawah :

Jika komoditi rokok dan sembako dimasukkan maka langsung keadaan berbalik, bahwa pasar traditional masih memegang kendali yang cukup kuat. Walopun jika rokok dikeluarkan terkesan modern trade mulai naik.

WET Market SWOT
  • opportunity : Cheap, Fresh, Location, top experiential
  • Challenge : Urban society changes, city development, Pasar facilities, Food safety.
  • Consumer centric : growing demands of younger consumer

Executive Insight

  • Wet market which relates to fresh produce are still the main place to shop fresh for Indonesian, it is still perceived as cheap, fun, close, and complete
  • The weaknesses are damped, dirty, smelly, and agony; a manageable problems but never been paid attention and fixed.
  • As lifestyle changes (increasing working women) and introduction of supermarket in the 70’s the single and younger women never been (or very minimal) visiting wet market due to time inconvenience, negative shopping environment and negative images.
    Just after they got married, wet market is in their shop repertoire as they seek for healthy fresh products for the family.
  • However, since most of the wet market never improved itself throughout the history, certain segment of women (image seeker) and upper class have shifted to go to modern market for fresh and ask their housemaid for wet market duty.
  • Grocery carts (now becoming auto pick up) are also becoming a good alternative for Indonesian family to purchase fresh with conveniences, same rate of frequency (ever two days)
  • Food safety and shopping as recreation are factors that make consumers shift to modern slowly to modern market; thus wet market need to continuously try to gain and maintain trust.
  • As consumers are changing, wet market need to modernize itself to suit new generation of Indonesian mums and family, by changing the shopping facilities (clean, dry, cool, parking), environment (safety, secured, one stop shopping) and fulfilling the emotional benefits (experience, family recreation, self image)
  • As a result, a marketing strategy (STP) is very important in today’s retail business to win consumers mind space where they have to make decisions over immense of choices and limited time.
  • Some traditional retailers (dry grocery) in wet market facing tough business from consumers especially the new generation, due to various reasons :
    - The market place have been running down and deter young and affluent consumer and its family members to visit and shop.
    - Physical access to wet market have been distorted by lack of security and PKL (Pedagang Kaki Lima)
    - Consumer is increasingly demanding and less loyal.
    - Their mid low customers may have moved residence due to inner city development.
    - Dry grocery is purchased in monthly manner in modern market, that leave weekly and daily topping up purchased only (small basket)
    - New stores (both traditional and modern) open up closer to consumers residence.
    - Home delivery dry grocery product by carts / mobile (by cellphone)
    - Wholesaler (grosir or agen) now do retailing to end user also (to maintain business)
    - Wet market is the least option for family shopping destination, while they tend to spend quality time together in leisure time.
    - Men are also getting active in shopping and wet market is definitely not in the aspiration list.
    - Easily turn into cash flow problem, less revenue and increasing coast
    - No capital loan to extend business
    - No buying power against bigger player.
  • However, traditional retailers (dry grocery) in wet market has its ‘Blue Ocean’ (no competitor marketplace) which is “food sellers”, so repositioning and focus needed to further capture the business opportunity
    - Food sellers buys in bulk from the traditional retailers
    - They are more loyal; each has its own customers; have developed reward system
    - They tend not to go to modern market as they need bulk materials, non branded ‘curah’and may be traditional items (bumbu)
    - Modern market is irrelevant to their business (so modern market location is irrelevant too)
  • Traditional retailers (fresh produce) is enjoying biggest market dominant; however, they need to build trust for food safety
    - fresh is dominantly still bought in wet market
    - they provide good variety of products and consistent sources
    - Supper and Hypermarkets is irrelevant since consumers seek for top health choice
  • which are live stock (meat, fish), mountain delivery vegetable and fruits, fisherman delivery seafood, traditional spices, and daily purchase (for today’s family meal)
    - Fresh at modern retail is perceived as frozen and day old; since they do not have good turn over, their variety is not as big as wet market.
  • Building management must improve and rejuvenate the wet market especially ones in the city with commercial and mid upper class residential areas
  • The wet market building management must continuously improve facilities, environment, and focus on changing consumers trend marketing strategy is needed to sustain the business of its tenant, regaining trust from new generation shoppers.

Take outs : The retail Business

  • Consumer is at the center of business
  • It is the battle for consumer’s
    - share of wallet
    - share of mind
    - share of heart
    - share of mouth
  • consumer decide who win, survive or die
  • Make your self always relevant to consumer

Source : Florenz's speech & AC Nielsen Presentation

-FlorenZ-

Rabu, 27 Agustus 2008

paper bag

Baru-baru ini Carrefour sebagai peritel internasional yang masuk di Indonesia mengadakan percontohan untuk menggantikan plastik blanja dengan kain blanja.

Tujuannya adalah tidak lain dan tidak bukan untuk mengurangi konsumsi plastik secara keseluruhan dan menurunkan itu yang namanya "GLOBAL WARMING"

Untuk tahap awal Carrefour, mensosialisasikan plastic bag yang lebih tebal dengan harga IDR 2000. Dengan asumsi konsumen akan ditawarkan plastik bag ini waktu melakukan transaksi di kassa. Lalu diingatkan akan efek global warming.

Bahkan diadakan uji coba di salah satu Carrefour di Bandung, yaitu Carrefour cabang Braga City Walk, menggunakan Tas blanja dari kain, yang dijual dengan harga IDR 10.000,- mekanisme nya adalah pengunjung Carrefour tidak diberi plastik, diharuskan membeli Bag dari kain ini, kemudian setiap blanja harus bawa Bag ini..

Alhasil menurut pihak Carrefour banyak konsumen yang marah-marah, dan terjadi penurunan konsumen di Carrefour Braga ini. Maka dari itu pihak Carrefour tidak berani untuk melanjutkan rencananya.

Menurut saya pribadi, apa yang dilakukan oleh peritel carrefour ini sebenarnya sudah sangat tepat, hanya saja kurang mendapatkan dukungan. Mengapa? ini karena tingkat kesadaran masyarakat terhadap "Global Warming" sangat rendah, dan untuk ganti menggunakan Bag kain itu perlu spend uang lebih lagi. Maka dari itu, untuk melakukan secara menyeluruh harus digalakkan secara serempak, di semua outlet modern trade, dan diatur dengan undang-undang tertentu. Yah, seperti dulu saja ketika pertama kali diberlakukan harus menggunakan sabuk pengaman untuk pengemudi kendaraan. Awal nya susah sekali terlaksana, tapi ketika ada keluar peraturan tertentu mau tidak mau akhirnya sekarang sudah berjalan baik, dan semua sudah sadar bahwa wajib dan aman menggunakan sabuk pengaman.

-FlorenZ-

Kamis, 21 Agustus 2008

Depdag rancang pembatasan biaya trading term


Ritel dan UKM & Mikro
Selasa, 19/08/2008
JAKARTA: Departemen Perdagangan akan membuat batas besaran biaya syarat perdagangan dari harga jual produk untuk menghindari tekanan biaya oleh peritel kepada pemasok yang akan menjual produknya di toko modern.

Direktur Bina Pasar dan Distribusi Ditjen Perdagangan Dalam Negeri Depdag Gunaryo mengatakan penentuan besaran atau persentase trading term itu dengan cara mempertemukan peritel dengan pemasok melalui asosiasinya sampai dicapai kata sepakat.

"Kami coba semampunya," kata Gunaryo ketika dikonfirmasi Bisnis tentang rencana pengaturan besaran persentase tujuh jenis syarat perdagangan, baru-baru ini.

Depdag yang semula tidak akan mengeluarkan permendag yang berisi petunjuk pelaksanaan pengaturan syarat perdagangan dalam Perpres No. 112/2007, akhirnya membuatnya dengan cara lebih memerinci besarannya.

Mengingat ketetapan syarat perdagangan dalam perpres yang menekankan besarannya harus wajar dan berkeadilan, ternyata masih diaplikasikan oleh peritel modern dengan persepsi yang berbeda.
Sumber: Dari berbagai sumber, 2008
Ket: * Untuk menggunakan jaringan distribusi peritel
**Per jenis produk untuk seluruh jaringan toko yang dimiliki satu merek toko
"[Dengan diatur besarannya dalam permendag] supaya lebih operasional," jelas Gunaryo.
Sebelumnya dia mengungkapkan terminologi trading term juga masih menjadi masalah. Misalnya, seperti istilah aniversary. Saat ini, ada peritel modern yang belum menyepakati apakah istilah tersebut berhubungan dengan izin atau tidak, atau apakah berhubungan dengan penjualan atau tidak.

"Hal itulah yang harus kita sinkronkan terlebih dulu," ungkapnya.
Rapat Depdag yang mempertemukan peritel dan pemasok saat ini sudah digelar tiga kali dalam dua minggu terakhir. Pembahasan secara intensif tersebut dimaksudkan, agar permendag bisa segera tebit pada Agustus atau September 2008.

Diperoleh keterangan, dalam setiap kali pertemuan terjadi perdebatan yang alot antara peritel dan pemasok.
Ketika dikonfirmasi tentang kesediaan Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) adanya batasan besaran biaya syarat perdagangan, Wakil Ketua Umum Pujianto mengatakan, "Yang jelas setiap peraturan ada plus minusnya."
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Pemasok Pasar Modern Indonesia (AP3MI) Susanto menyambut gembira, karena pada akhirnya usulan pemasok ditetapkannya batasan biaya syarat perdagangan akan segera terealisasi.
"Dengan adanya ketetapan persentase atau besaran syarat perdagangan, maka akan membatasi penghasilan lain [other income] peritel modern. Karena ada yang bahkan mencapai 17,4% dari total pendapatannya," kata Susanto.

AP3MI juga menilai dengan ketetapan besaran biaya syarat perdagangan yang sama, membuat semua peritel akan melakukan bisnis di level yang sama, terutama kemampuanya untuk melakukan promosi.
Ketetapan yang sama tersebut, jelasnya, juga akan mendorong penguatan ritel modern di daerah seperti toko Rita Supermarket di Cilacap, Ada di Semarang, Pamela Swalayan di Yogyakarta, dan Sejahtera di Makassar.
Perpres tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern menetapkan tujuh jenis syarat perdagangan yang boleh dikutip peritel modern.

Trading term itu mencakup potongan harga regular, potongan harga tetap potongan harga khusus, potongan harga promosi, biaya promosi, biaya distribusi, biaya adminstrasi pendaftaran barang. (12) (linda.silitonga@bisnis.co.id)
Oleh Linda T. Silitonga
Bisnis Indonesia


© Copyright 2001 Bisnis Indonesia. All rights reserved. Reproduction in whole or in part without permission is prohibited.

Minggu, 10 Agustus 2008

Nampa mendatangi Carrefour Indonesia

Edisi : 07-AUG-2008

JAKARTA : Nampa mendatangi PT Carrefour Indonesia guna mendesak hipermarket asal Prancis tersebut menetapkan biaya syarat perdagangan 2008 bagi pemasok Alfa sama dengan
trading term Alfa 2007.

Asosiasi Industri Pengolahan Daging Indonesia (NAMPA) menilai tindakan Carrefour tidak logis
dengan menyamakan biaya syarat perdagangan kepada pemasok PT Alfa Retailindo dan Carrefour 2007, sehingga menyebabkan biaya yang dipikul industri menjadi lebih tinggi.

Direktur Eksekutif Nampa Haniwar Syarif menyampaikan keberatan secara langsung sekaligus
memberikan surat peryataan belum lama ini, dan Carrefour berjanji akan memberikan jawabannya. Dia menyatakan sebagian anggota Nampa melaporkan terjadi ketidaksepahaman terkait dengan penetapan biaya syarat perdagangan pemasok Alfa untuk tahun 2008 sebesar biaya trading term Carrefour 2007.

"Untuk itu, kami mengadakan pertemuan dan menyerahkan surat kepada Carrefour,"kata Haniwar kepada Bisnis, kemaren. Asosiasi Industri Pengolahan Daging Indonesia itu menilai kebijakan Carrefour pasca akuisisi 75% saham PT Alfa Retailindo awal tahun ini tidak logis, mengingat sebagian dari 29 Supermarket Alfa luas tokonya tidak sebesar Carrefour.

Pemasok merasa dirugikan karena order barang tetap lebih kecil dibandingkan dengan hipermarket Carrefour, meski Supermarket Alfa telah berganti merek menjadi Carrefour dan Carrefour Express.
"Ibaratnya kalau ke hipermarket Carrefour pemasok mengirim 50 kg barang sementara ke Alfa Cuma 10 kg. Jadi tidak logis antara kirim banyak dan sedikit disamakan,"tegas Haniwar.

Mempertimbangkan skala bisnis itu, Nampa mendesak Carrefour menetapkan kepada pemasok Alfa biaya syarat perdagangan untuk 2008 sama seperti trading term Alfa pada tahun 2007.
"Bahkan jika memungkinkan lebih kecil meyesuaikan batasan tujuh jenis biaya syarat perdagangan sesuai dengan Perpres No.112/2007."

Selama belum selesainya permendag yang menjadi petunjuk pelaksanaan perpres perpasaran tersebut. Nampa minta syarat perdagangan tidak berubah atau seperti ketetapan pada 2007.

Oleh Linda T. Silitonga
Bisnis Indonesia
-FloreNz-

Gapmmi surati Carrefour terkait setop order

Edisi : 06-AUG-2008
JAKARTA : Gapmmi meminta manajemen Carrefour tidak terlalu keras menerapkan sanksi berupa penyetopan order kepada pemasok supermarket Alfa yang menolak beban biaya syarat perdagangan lebih besar untuk periode tahun 2008.

Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (Gapmmi) Thomas Darmawan mengharapkan peritel dan pemasok tidak saling menekan dalam situasi ekonomi yang sulit seperti ini.

"Kami sudah berkirim surat dan melakukan komunikasi dengan Carrefour pada 1 Agustus. Kami ingin anggota jangan sampai kesulitan," katanya kepada Bisnis, kemarin.

Seorang pemasok yang mengaku sebagai salah satu anggota Gapmmi menyatakan menyampaikan keluhan penyetopan order dari Supermaket Alfa dan Carreofur sejak pertengah Juli 2008 kepada asosiasi yang mewadahinya.

"Bukan delete [penghapusan],tapi masalah remodeling [biaya mengganti merek Alfa menjadi Carrefour dan Carrefour Express sekaligus pembenahan isi toko] yang menjadi beban, dan penyelesaiannya tergantung perundingan,"ujar Thomas.

Menanggapi terjadinya ketidaksepakatan pemasok diharapkan Gapmmi ditanggapi secara lunak oleh Carrefour, mengingat belakangan ini kalangan industri tengah terbebani dengan kenaikan sejumlah harga pangan dan bahan bakar.

Apalagi, saat ini pihak industri sedang berupaya menggenjot produksi untuk mengantisipasi terjadi lonjakan permintaan barang menjelang Lebaran pada awal Oktober.

Seperti diketahui setelah mengakuisisi 75% saham PT Alfa Retailindo Tbk, Carrefour mengubah 29 gerai Supermarket Alfa menjadi Carrefour dan Carrefour Express.

Irawan D. Kadarman, Corporate Affairs Director PT Carrefour Indonesia, mengatakan Gapmmi sudah menyurati dan bertemu dengan Carrefour pekan lalu.

"Aspirasinya kami tampung. Kami melakukan diskusi internal untuk menentukan jawaban yang akan disampaikan secara tertulis atau melakukan pertemuan lagi."

Oleh Linda T.Silitonga
Bisnis Indonesia
-FloreNz-

Alfa setop order pada enam pemasok

Edisi : 05-AUG-2008

JAKARTA : PT. Alfa Retailindo Tbk telah melakukan aksi penyetopan order barang dari sedikitnya enam pemasok yang tidak setuju biaya syarat perdagangan Supermarket Alfa disamakan dengan trading term hipermarket Carrefour.

Ancaman penyetopan order tersebut sudah dirasakan para pemasok pusat perbelanjaan modern itu sejak Juni 2008, karena tidak ada kata sepakat antar kedua belah pihak tentang besaran biaya syarat perdagangan dalam pertemuan yang ketiga.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Pemasok Pasar Modern Indonesia (AP3MI) Susanto mengatakan saat ini sebanyak 5 anggotanya tidak lagi memasok barangnya ke supermarket Alfa dan Carrefour.

"Lima anggota AP3MI melapor tentang penyetopan order barang dari Alfa dan Carrefour." ujar Susanto kepada Bisnis, baru-baru ini. Di samping itu, pemasok anggota Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman seluruh Indonesia (Gappmi) juga mengalami hal serupa.

Pemasok menuding Alfa melakukan praktik yang tidak fair, mengingat penyetopan order dilakukan untuk toko bermerek Alfa dan Carrefour.


Alfa dituding pemasok bersikap tidak terbuka, karena tidak mengeluarkan surat yang isinya melakukan penyetopan order barang, tetapi Cuma mengirimkan surat review bisnis.

Seperti diketahui PT Carrefour Indonesia telah mengakuisisi 75% saham PT Alfa Retailindo Tbk. Yang memiliki 29 gerai Supermarket Alfa, pada awal tahun ini.

Kemudian hipermarket asal Prancis itu mengganti merek Alfa menjadi Carrefour atau Carrefour Express. Selambatnya 29 toko Alfa harus sudah berubah nama semua pada awal Oktober.

Ketika dikonfirmasi mengenai hal itu, Presiden Direktur PT. Alfa RetailindoTbk Agoes P.Adhi mengatakan Alfa dan para pemasok saat ini sama-sama melakukan review bisnis.


"Kami sama-sama sedang berpikir, pemasok bicara dengan tim kami. Masing-masing melakukan tinjau ulang. Tapi memang kami harus memberikan deadline. Karena itu, kesepakatan untuk tidak sepakat bisa terjadi, "kata Agoes.


Salah satu jenis biaya yang paling dikeluhkan pemasok atas kebijakan penyamaan syarat perdagangan Alfa dengan Carrefour terkait dengan pengenaan biaya remodelling.

Sumber : Bisnis Indonesia

-floreNz-

Jumat, 08 Agustus 2008

Depdag segera atur syarat perdagangan

JAKARTA : Departemen Perdagangan segera menerbitkan aturan biaya syarat perdagangan secara terperinci sebagai petunjuk pelaksanaan batasan syarat perdagangan dalam Perpes No. 112/2007, setelah muncul keluhan pemasok atas biaya trading term yang dinilai masih mencekik.

Subagyo, Dirjen Perdagangan Dalam Negri Depdag, menegaskan pembuatan juklak (petunjuk pelaksanaan) berbentuk permendag terkait dengan syarat perdagangan memang kewajiban otoritas perdagangan itu.

"Siapa bilang tidak ada juklak [trading term]," kata Subagyo kepada Bisnis, seusai menerima masukan isi permendag syarat perdagangan dari Aliansi 9 Asosiasi, Selasa.

Dia berpendapat juklak itu memang diperlukan. Pasal 8 dan pasal 4 Perpres No.112/2007 memerintahkan untuk memperjelaskan materi di perpes tersebut, sehingga Depdag akan meneribitkan juklaknya.

Depdag mengeluarkan permendag yang akan memperjelas isi batasan biaya syarat perdagangan, dan juga soal penerbitan izin toko modern, serta masalah pembinaan dan pengawasaan.
Untuk mempercepat penerbitan juklak Perpres tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Traditional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern, pemangku keperntingan dipanggil secara marathon untuk memberikan masukan. "Secepatnya [kami keluarkan perpendagnya]. Bergantung pada teman-teman [pemangku kepentingan],"kata Subagyo.
Ketika ditanyakan rencana Depdag menghadapi praktik peritel modern yang tidak patuh menerapkan jenis syarat perdagangan sesuai pepres, Subagyo mengharapkan pemasok menyampaikan keluhannya terlebih dahulu kepada peritel, dan tembusan surat keluhan disampaikan ke Depdag.

Dia meminta para pemasok menyampaikan keluhannya kepada peritel. "Tembusan kepada kami. Itu B to B. Jadi komunikasikan antara mereka. Jika mentok baru kami turun, "kata Subagyo.
Ketua Umum AP3MI (Asosiasi Pengusaha Pemasok Pasar Modern Indonesia) Susanto, yang tergabung dalam Aliansi 9 Asosiasi, mengatakan gabungan sembilan asosiasi pemasok dan pedagang pasar itu terkait dengan biaya syarat perdagangan memberi tiga usulan utama untuk dituangkan dalam permendag.

Pertama, minta agar ada ketetapan dalam permendag bahwa biaya syarat perdagangan tidak boleh naik setiap tahunnya.
Kedua, ada ketetapan jenis biaya syarat perdagangan yang diperbolehkan dan yang tidak diperbolehkan.
Ketiga, dicantumkannya besaran persentase atau rupiah dari tujuh jenis biaya syarat perdagangan.
Yang diperbolehkan dikutip peritel modern seperti tercantum dalam Pepres No.112/2007.
"Dengan, begitu, kami berharap minimal biaya syarat perdagangan untuk 2008 bisa turun minimal 30%," kata Susanto

Kepastian Usaha
Ketuan Gapmmi (Gabungan Pengusaha Makanan & Minuman Seluruh Indonesia) Franky Sibarani menyambut rencana penerbitan permendag yang berisi perincian lebih detail tentang pengaturan syarat perdagangan.

Tutum Rahanta, Ketua Harian Aprindo (Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia) mengatakan jika terbit juklak syarat perdagangan, maka akan memberi kepastian usaha. "Jika aliansi memberi usulan silahkan saja, asalkan, bisa diimplementasikan."

Depdag sebelumnya berkukuh tidak mengeluarkan juklak tentang syarat perdagangan berbentuk peraturan menteri, karena dinilai
sudah jelas. (linda.silitonga@bisnis.co.id)
Oleh : Linda T. Silitonga'
Bisnis Indonesia
Edisi : 31 Juli 2008
Sumber : Bisnis Indonesia
-FloreNz-

Rabu, 06 Agustus 2008

Manajemen Bisnis Ritel



Penulis : Dr. Sopiah, MM.,M.Pd., Syihabudhin,SE.,M.Si.

Buku ini tidak sekedar mengemukakan konsep manajemen bisnis ritel secara teoritis semata, tetapi memasuki pula wilayah praktis. Dengan demikian, buku ini tidak hanya diperuntukkan bagi mahasiswa saja, tetapi juga bisa dimanfaatkan oleh dosen serta para praktisi bisnis ritel, seperti agen, distributor, grosir, pengelola supermarket, toko swalayan, sampai kepada pengecer.

Topik pembahasan dalam buku ini meliputi :

- Struktur dasar bisnis ritel.
- Perilaku konsumen dalam bisnis ritel.
- Klasifikasi bisnis Ritel.
- Diferensiasi bisnis Ritel.
- Perkembangan bisnis ritel.
- Distribusi dalam bisnis ritel.
- Manajemen Toko.
- Image toko.
- Kebijakan promosi bagi pengecer.
- Mencegah dan menangani Shrinkage.
- Hakikat perusahaan kecil dan kewirausahaan.
- Riset pemasaran dalam bisnis ritel.
- Manajemen toko swalayan.
- Proses/ siklus menjual.

mau beli klik disini
-Eunice-

Sabtu, 02 Agustus 2008

home brand

Home brand atau dikenal juga dengan nama private label, adalah produk-produk yang dihasilkan oleh suatu group account dengan brand mereka sendiri, dan didistribusikan di outlet mereka.

Home Brand dan private label sendiri sudah beberapa tahun lalu diperkenalkan. Namun biasa nya hanya merupakan produk subtitusi saja, mengapa?? Karena rupanya di pasaran Indonesia, masyarakat lebih enggan untuk berpindah brand atau masih belum percaya dengan brand yang belum terbukti bagus. Sulit juga bagi account untuk merubah image ini.

Mungkin kita sering mendengar brand ARO (Makro), Value Plus (Hypermart/Matahari), Yoa (Yogya/Yomart), PAS (Alfa/Alfamart), Giant (Giant), Carrefour(Carrefour). Semua brand ini adalah brand yang dihasilkan account masing-masing, tentu saja dari harga jauh lebih miring dari brand sejenis. Account tersebut sendiri tidak memproduksi barang-barang tersebut, produk-produk home brand mereka berasal dari hasil kerja sama dengan produsen-produsen tertentu dan mereka kemas dengan Logo Home Brand mereka.
Ironis nya kadang mereka bekerja sama dengan produsen/supplier yang brand nya market leader di pasaran, sehingga dari sisi supplier itu seperti kanibalisme produk, beda hal nya dengan account yang menganggap hal itu keuntungan luar biasa.
Produk home brand apa yang laku di pasaran?? Biasa saat ini yang lebih “laku” ialah produk yang tidak digunakan di tubuh, misalnya tissu, tusukan gigi, paper, air mineral, minyak goreng, gula, pembersih lantai, etc (produk yg konsumennya tidak loyal) namun untuk produk shampo, bedak, kopi, sabun mandi, produk home brand masih kalah bersaing. Kalo untuk food seperti snack, biscuit... yah coba-coba lah, enak dilanjutin beli ga enak ya ditinggal.

Beberapa sumber mengatakan, di luar negri produk home brand cukup kuat, produk home brand tersebut misalnya dari wal*mart dimana kontribusi nya sudah mencapai 20% dari kategori FMCG (Fast Moving Consumer Good). Berarti untuk pasaran di Indonesia produk home brand masih ada peluang. Apa yang harus dilakukan?? Perkuat image produk dengan kualitas yang baik.
-fLoreNz-

Gambar : 2&3, Prensentasi Shopper Trend Nielsen 2006.