Sambil berbicara tentang model rambut yang saya mau, saya mencoba melihat sekeliling salon dan melihat desain ruangnya. Tidak lama kemudian, ada 2 orang wanita masuk, semua pegawai langsung tertib dan kasir langsung memanggil salah satu wanita itu dengan sebutan Ibu dengan sangat hormat.
Setelah saya lihat dan dengar pembicaraan mereka, ternyata wanita itu adalah pemilik dari salon ini. Saat telp dan terima telp di setiap pembicaraan si Ibu selalu menawarkan diskon 50% ke rekan – rekannya yang mau memotong rambutnya di salon ini. Si ibu kemudian berbicara dengan kasirnya ” Kalau ada yang potong rambut sambil menunjukkan kartu nama saya ” kamu kasih diskon 50% ya.
Dalam hati saya berpikir, wah mungkin saya akan ditawari juga nih beberapa kartu nama si ibu untuk direferensikan ke rekan – rekan kerja dengan diskon 50%. Pikiran ini masuk ke otak saya begitu saja, karena saya berpikiran saat itu konsumen satu satunya adalah saya. Tunggu punya tunggu ternyata si ibu tidak menawarkan apa – apa dan akhirnya pergi begitu saja. Saya langsung berpikir, wah ibu ini kehilangan sales karena tidak menawarkan kartu diskonnya ke saya, saya berkantor di sebelah mall dan banyak pegawai atau karyawan yang mungkin bisa potong rambut atau refleksi.
Beberapa hal yang bisa kita pelajari dari cerita ini adalah :
- Kurang terlatihnya pegawai salon ini menjawab pertanyaan konsumen.
- Pegawai kurang menguasai fasilitas dan detailnya.
- ”Si Ibu ” Pemilik salon ini tidak memamfaatkan konsumen yang "ada" di salonnya untuk memperkenalkan salonnya dan mendapatkan konsumen baru dari konsumen yang sedang dilayani.
- Hal ampuh yang hilang adalah promosi dari mulut ke mulut ,sedangkan ibu ini sendiri mencoba menelpon ke rekan – rekannya agar datang ke salonnya.
Kalau kita amati, banyak sekali hal disekitar kita yang kasusnya sama dengan cerita ini . Michael .J.H
Edited : Florensia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar