Kamis, 21 Agustus 2008

Depdag rancang pembatasan biaya trading term


Ritel dan UKM & Mikro
Selasa, 19/08/2008
JAKARTA: Departemen Perdagangan akan membuat batas besaran biaya syarat perdagangan dari harga jual produk untuk menghindari tekanan biaya oleh peritel kepada pemasok yang akan menjual produknya di toko modern.

Direktur Bina Pasar dan Distribusi Ditjen Perdagangan Dalam Negeri Depdag Gunaryo mengatakan penentuan besaran atau persentase trading term itu dengan cara mempertemukan peritel dengan pemasok melalui asosiasinya sampai dicapai kata sepakat.

"Kami coba semampunya," kata Gunaryo ketika dikonfirmasi Bisnis tentang rencana pengaturan besaran persentase tujuh jenis syarat perdagangan, baru-baru ini.

Depdag yang semula tidak akan mengeluarkan permendag yang berisi petunjuk pelaksanaan pengaturan syarat perdagangan dalam Perpres No. 112/2007, akhirnya membuatnya dengan cara lebih memerinci besarannya.

Mengingat ketetapan syarat perdagangan dalam perpres yang menekankan besarannya harus wajar dan berkeadilan, ternyata masih diaplikasikan oleh peritel modern dengan persepsi yang berbeda.
Sumber: Dari berbagai sumber, 2008
Ket: * Untuk menggunakan jaringan distribusi peritel
**Per jenis produk untuk seluruh jaringan toko yang dimiliki satu merek toko
"[Dengan diatur besarannya dalam permendag] supaya lebih operasional," jelas Gunaryo.
Sebelumnya dia mengungkapkan terminologi trading term juga masih menjadi masalah. Misalnya, seperti istilah aniversary. Saat ini, ada peritel modern yang belum menyepakati apakah istilah tersebut berhubungan dengan izin atau tidak, atau apakah berhubungan dengan penjualan atau tidak.

"Hal itulah yang harus kita sinkronkan terlebih dulu," ungkapnya.
Rapat Depdag yang mempertemukan peritel dan pemasok saat ini sudah digelar tiga kali dalam dua minggu terakhir. Pembahasan secara intensif tersebut dimaksudkan, agar permendag bisa segera tebit pada Agustus atau September 2008.

Diperoleh keterangan, dalam setiap kali pertemuan terjadi perdebatan yang alot antara peritel dan pemasok.
Ketika dikonfirmasi tentang kesediaan Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) adanya batasan besaran biaya syarat perdagangan, Wakil Ketua Umum Pujianto mengatakan, "Yang jelas setiap peraturan ada plus minusnya."
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Pemasok Pasar Modern Indonesia (AP3MI) Susanto menyambut gembira, karena pada akhirnya usulan pemasok ditetapkannya batasan biaya syarat perdagangan akan segera terealisasi.
"Dengan adanya ketetapan persentase atau besaran syarat perdagangan, maka akan membatasi penghasilan lain [other income] peritel modern. Karena ada yang bahkan mencapai 17,4% dari total pendapatannya," kata Susanto.

AP3MI juga menilai dengan ketetapan besaran biaya syarat perdagangan yang sama, membuat semua peritel akan melakukan bisnis di level yang sama, terutama kemampuanya untuk melakukan promosi.
Ketetapan yang sama tersebut, jelasnya, juga akan mendorong penguatan ritel modern di daerah seperti toko Rita Supermarket di Cilacap, Ada di Semarang, Pamela Swalayan di Yogyakarta, dan Sejahtera di Makassar.
Perpres tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern menetapkan tujuh jenis syarat perdagangan yang boleh dikutip peritel modern.

Trading term itu mencakup potongan harga regular, potongan harga tetap potongan harga khusus, potongan harga promosi, biaya promosi, biaya distribusi, biaya adminstrasi pendaftaran barang. (12) (linda.silitonga@bisnis.co.id)
Oleh Linda T. Silitonga
Bisnis Indonesia


© Copyright 2001 Bisnis Indonesia. All rights reserved. Reproduction in whole or in part without permission is prohibited.

Minggu, 10 Agustus 2008

Nampa mendatangi Carrefour Indonesia

Edisi : 07-AUG-2008

JAKARTA : Nampa mendatangi PT Carrefour Indonesia guna mendesak hipermarket asal Prancis tersebut menetapkan biaya syarat perdagangan 2008 bagi pemasok Alfa sama dengan
trading term Alfa 2007.

Asosiasi Industri Pengolahan Daging Indonesia (NAMPA) menilai tindakan Carrefour tidak logis
dengan menyamakan biaya syarat perdagangan kepada pemasok PT Alfa Retailindo dan Carrefour 2007, sehingga menyebabkan biaya yang dipikul industri menjadi lebih tinggi.

Direktur Eksekutif Nampa Haniwar Syarif menyampaikan keberatan secara langsung sekaligus
memberikan surat peryataan belum lama ini, dan Carrefour berjanji akan memberikan jawabannya. Dia menyatakan sebagian anggota Nampa melaporkan terjadi ketidaksepahaman terkait dengan penetapan biaya syarat perdagangan pemasok Alfa untuk tahun 2008 sebesar biaya trading term Carrefour 2007.

"Untuk itu, kami mengadakan pertemuan dan menyerahkan surat kepada Carrefour,"kata Haniwar kepada Bisnis, kemaren. Asosiasi Industri Pengolahan Daging Indonesia itu menilai kebijakan Carrefour pasca akuisisi 75% saham PT Alfa Retailindo awal tahun ini tidak logis, mengingat sebagian dari 29 Supermarket Alfa luas tokonya tidak sebesar Carrefour.

Pemasok merasa dirugikan karena order barang tetap lebih kecil dibandingkan dengan hipermarket Carrefour, meski Supermarket Alfa telah berganti merek menjadi Carrefour dan Carrefour Express.
"Ibaratnya kalau ke hipermarket Carrefour pemasok mengirim 50 kg barang sementara ke Alfa Cuma 10 kg. Jadi tidak logis antara kirim banyak dan sedikit disamakan,"tegas Haniwar.

Mempertimbangkan skala bisnis itu, Nampa mendesak Carrefour menetapkan kepada pemasok Alfa biaya syarat perdagangan untuk 2008 sama seperti trading term Alfa pada tahun 2007.
"Bahkan jika memungkinkan lebih kecil meyesuaikan batasan tujuh jenis biaya syarat perdagangan sesuai dengan Perpres No.112/2007."

Selama belum selesainya permendag yang menjadi petunjuk pelaksanaan perpres perpasaran tersebut. Nampa minta syarat perdagangan tidak berubah atau seperti ketetapan pada 2007.

Oleh Linda T. Silitonga
Bisnis Indonesia
-FloreNz-

Gapmmi surati Carrefour terkait setop order

Edisi : 06-AUG-2008
JAKARTA : Gapmmi meminta manajemen Carrefour tidak terlalu keras menerapkan sanksi berupa penyetopan order kepada pemasok supermarket Alfa yang menolak beban biaya syarat perdagangan lebih besar untuk periode tahun 2008.

Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (Gapmmi) Thomas Darmawan mengharapkan peritel dan pemasok tidak saling menekan dalam situasi ekonomi yang sulit seperti ini.

"Kami sudah berkirim surat dan melakukan komunikasi dengan Carrefour pada 1 Agustus. Kami ingin anggota jangan sampai kesulitan," katanya kepada Bisnis, kemarin.

Seorang pemasok yang mengaku sebagai salah satu anggota Gapmmi menyatakan menyampaikan keluhan penyetopan order dari Supermaket Alfa dan Carreofur sejak pertengah Juli 2008 kepada asosiasi yang mewadahinya.

"Bukan delete [penghapusan],tapi masalah remodeling [biaya mengganti merek Alfa menjadi Carrefour dan Carrefour Express sekaligus pembenahan isi toko] yang menjadi beban, dan penyelesaiannya tergantung perundingan,"ujar Thomas.

Menanggapi terjadinya ketidaksepakatan pemasok diharapkan Gapmmi ditanggapi secara lunak oleh Carrefour, mengingat belakangan ini kalangan industri tengah terbebani dengan kenaikan sejumlah harga pangan dan bahan bakar.

Apalagi, saat ini pihak industri sedang berupaya menggenjot produksi untuk mengantisipasi terjadi lonjakan permintaan barang menjelang Lebaran pada awal Oktober.

Seperti diketahui setelah mengakuisisi 75% saham PT Alfa Retailindo Tbk, Carrefour mengubah 29 gerai Supermarket Alfa menjadi Carrefour dan Carrefour Express.

Irawan D. Kadarman, Corporate Affairs Director PT Carrefour Indonesia, mengatakan Gapmmi sudah menyurati dan bertemu dengan Carrefour pekan lalu.

"Aspirasinya kami tampung. Kami melakukan diskusi internal untuk menentukan jawaban yang akan disampaikan secara tertulis atau melakukan pertemuan lagi."

Oleh Linda T.Silitonga
Bisnis Indonesia
-FloreNz-

Alfa setop order pada enam pemasok

Edisi : 05-AUG-2008

JAKARTA : PT. Alfa Retailindo Tbk telah melakukan aksi penyetopan order barang dari sedikitnya enam pemasok yang tidak setuju biaya syarat perdagangan Supermarket Alfa disamakan dengan trading term hipermarket Carrefour.

Ancaman penyetopan order tersebut sudah dirasakan para pemasok pusat perbelanjaan modern itu sejak Juni 2008, karena tidak ada kata sepakat antar kedua belah pihak tentang besaran biaya syarat perdagangan dalam pertemuan yang ketiga.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Pemasok Pasar Modern Indonesia (AP3MI) Susanto mengatakan saat ini sebanyak 5 anggotanya tidak lagi memasok barangnya ke supermarket Alfa dan Carrefour.

"Lima anggota AP3MI melapor tentang penyetopan order barang dari Alfa dan Carrefour." ujar Susanto kepada Bisnis, baru-baru ini. Di samping itu, pemasok anggota Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman seluruh Indonesia (Gappmi) juga mengalami hal serupa.

Pemasok menuding Alfa melakukan praktik yang tidak fair, mengingat penyetopan order dilakukan untuk toko bermerek Alfa dan Carrefour.


Alfa dituding pemasok bersikap tidak terbuka, karena tidak mengeluarkan surat yang isinya melakukan penyetopan order barang, tetapi Cuma mengirimkan surat review bisnis.

Seperti diketahui PT Carrefour Indonesia telah mengakuisisi 75% saham PT Alfa Retailindo Tbk. Yang memiliki 29 gerai Supermarket Alfa, pada awal tahun ini.

Kemudian hipermarket asal Prancis itu mengganti merek Alfa menjadi Carrefour atau Carrefour Express. Selambatnya 29 toko Alfa harus sudah berubah nama semua pada awal Oktober.

Ketika dikonfirmasi mengenai hal itu, Presiden Direktur PT. Alfa RetailindoTbk Agoes P.Adhi mengatakan Alfa dan para pemasok saat ini sama-sama melakukan review bisnis.


"Kami sama-sama sedang berpikir, pemasok bicara dengan tim kami. Masing-masing melakukan tinjau ulang. Tapi memang kami harus memberikan deadline. Karena itu, kesepakatan untuk tidak sepakat bisa terjadi, "kata Agoes.


Salah satu jenis biaya yang paling dikeluhkan pemasok atas kebijakan penyamaan syarat perdagangan Alfa dengan Carrefour terkait dengan pengenaan biaya remodelling.

Sumber : Bisnis Indonesia

-floreNz-

Jumat, 08 Agustus 2008

Depdag segera atur syarat perdagangan

JAKARTA : Departemen Perdagangan segera menerbitkan aturan biaya syarat perdagangan secara terperinci sebagai petunjuk pelaksanaan batasan syarat perdagangan dalam Perpes No. 112/2007, setelah muncul keluhan pemasok atas biaya trading term yang dinilai masih mencekik.

Subagyo, Dirjen Perdagangan Dalam Negri Depdag, menegaskan pembuatan juklak (petunjuk pelaksanaan) berbentuk permendag terkait dengan syarat perdagangan memang kewajiban otoritas perdagangan itu.

"Siapa bilang tidak ada juklak [trading term]," kata Subagyo kepada Bisnis, seusai menerima masukan isi permendag syarat perdagangan dari Aliansi 9 Asosiasi, Selasa.

Dia berpendapat juklak itu memang diperlukan. Pasal 8 dan pasal 4 Perpres No.112/2007 memerintahkan untuk memperjelaskan materi di perpes tersebut, sehingga Depdag akan meneribitkan juklaknya.

Depdag mengeluarkan permendag yang akan memperjelas isi batasan biaya syarat perdagangan, dan juga soal penerbitan izin toko modern, serta masalah pembinaan dan pengawasaan.
Untuk mempercepat penerbitan juklak Perpres tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Traditional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern, pemangku keperntingan dipanggil secara marathon untuk memberikan masukan. "Secepatnya [kami keluarkan perpendagnya]. Bergantung pada teman-teman [pemangku kepentingan],"kata Subagyo.
Ketika ditanyakan rencana Depdag menghadapi praktik peritel modern yang tidak patuh menerapkan jenis syarat perdagangan sesuai pepres, Subagyo mengharapkan pemasok menyampaikan keluhannya terlebih dahulu kepada peritel, dan tembusan surat keluhan disampaikan ke Depdag.

Dia meminta para pemasok menyampaikan keluhannya kepada peritel. "Tembusan kepada kami. Itu B to B. Jadi komunikasikan antara mereka. Jika mentok baru kami turun, "kata Subagyo.
Ketua Umum AP3MI (Asosiasi Pengusaha Pemasok Pasar Modern Indonesia) Susanto, yang tergabung dalam Aliansi 9 Asosiasi, mengatakan gabungan sembilan asosiasi pemasok dan pedagang pasar itu terkait dengan biaya syarat perdagangan memberi tiga usulan utama untuk dituangkan dalam permendag.

Pertama, minta agar ada ketetapan dalam permendag bahwa biaya syarat perdagangan tidak boleh naik setiap tahunnya.
Kedua, ada ketetapan jenis biaya syarat perdagangan yang diperbolehkan dan yang tidak diperbolehkan.
Ketiga, dicantumkannya besaran persentase atau rupiah dari tujuh jenis biaya syarat perdagangan.
Yang diperbolehkan dikutip peritel modern seperti tercantum dalam Pepres No.112/2007.
"Dengan, begitu, kami berharap minimal biaya syarat perdagangan untuk 2008 bisa turun minimal 30%," kata Susanto

Kepastian Usaha
Ketuan Gapmmi (Gabungan Pengusaha Makanan & Minuman Seluruh Indonesia) Franky Sibarani menyambut rencana penerbitan permendag yang berisi perincian lebih detail tentang pengaturan syarat perdagangan.

Tutum Rahanta, Ketua Harian Aprindo (Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia) mengatakan jika terbit juklak syarat perdagangan, maka akan memberi kepastian usaha. "Jika aliansi memberi usulan silahkan saja, asalkan, bisa diimplementasikan."

Depdag sebelumnya berkukuh tidak mengeluarkan juklak tentang syarat perdagangan berbentuk peraturan menteri, karena dinilai
sudah jelas. (linda.silitonga@bisnis.co.id)
Oleh : Linda T. Silitonga'
Bisnis Indonesia
Edisi : 31 Juli 2008
Sumber : Bisnis Indonesia
-FloreNz-

Rabu, 06 Agustus 2008

Manajemen Bisnis Ritel



Penulis : Dr. Sopiah, MM.,M.Pd., Syihabudhin,SE.,M.Si.

Buku ini tidak sekedar mengemukakan konsep manajemen bisnis ritel secara teoritis semata, tetapi memasuki pula wilayah praktis. Dengan demikian, buku ini tidak hanya diperuntukkan bagi mahasiswa saja, tetapi juga bisa dimanfaatkan oleh dosen serta para praktisi bisnis ritel, seperti agen, distributor, grosir, pengelola supermarket, toko swalayan, sampai kepada pengecer.

Topik pembahasan dalam buku ini meliputi :

- Struktur dasar bisnis ritel.
- Perilaku konsumen dalam bisnis ritel.
- Klasifikasi bisnis Ritel.
- Diferensiasi bisnis Ritel.
- Perkembangan bisnis ritel.
- Distribusi dalam bisnis ritel.
- Manajemen Toko.
- Image toko.
- Kebijakan promosi bagi pengecer.
- Mencegah dan menangani Shrinkage.
- Hakikat perusahaan kecil dan kewirausahaan.
- Riset pemasaran dalam bisnis ritel.
- Manajemen toko swalayan.
- Proses/ siklus menjual.

mau beli klik disini
-Eunice-

Sabtu, 02 Agustus 2008

home brand

Home brand atau dikenal juga dengan nama private label, adalah produk-produk yang dihasilkan oleh suatu group account dengan brand mereka sendiri, dan didistribusikan di outlet mereka.

Home Brand dan private label sendiri sudah beberapa tahun lalu diperkenalkan. Namun biasa nya hanya merupakan produk subtitusi saja, mengapa?? Karena rupanya di pasaran Indonesia, masyarakat lebih enggan untuk berpindah brand atau masih belum percaya dengan brand yang belum terbukti bagus. Sulit juga bagi account untuk merubah image ini.

Mungkin kita sering mendengar brand ARO (Makro), Value Plus (Hypermart/Matahari), Yoa (Yogya/Yomart), PAS (Alfa/Alfamart), Giant (Giant), Carrefour(Carrefour). Semua brand ini adalah brand yang dihasilkan account masing-masing, tentu saja dari harga jauh lebih miring dari brand sejenis. Account tersebut sendiri tidak memproduksi barang-barang tersebut, produk-produk home brand mereka berasal dari hasil kerja sama dengan produsen-produsen tertentu dan mereka kemas dengan Logo Home Brand mereka.
Ironis nya kadang mereka bekerja sama dengan produsen/supplier yang brand nya market leader di pasaran, sehingga dari sisi supplier itu seperti kanibalisme produk, beda hal nya dengan account yang menganggap hal itu keuntungan luar biasa.
Produk home brand apa yang laku di pasaran?? Biasa saat ini yang lebih “laku” ialah produk yang tidak digunakan di tubuh, misalnya tissu, tusukan gigi, paper, air mineral, minyak goreng, gula, pembersih lantai, etc (produk yg konsumennya tidak loyal) namun untuk produk shampo, bedak, kopi, sabun mandi, produk home brand masih kalah bersaing. Kalo untuk food seperti snack, biscuit... yah coba-coba lah, enak dilanjutin beli ga enak ya ditinggal.

Beberapa sumber mengatakan, di luar negri produk home brand cukup kuat, produk home brand tersebut misalnya dari wal*mart dimana kontribusi nya sudah mencapai 20% dari kategori FMCG (Fast Moving Consumer Good). Berarti untuk pasaran di Indonesia produk home brand masih ada peluang. Apa yang harus dilakukan?? Perkuat image produk dengan kualitas yang baik.
-fLoreNz-

Gambar : 2&3, Prensentasi Shopper Trend Nielsen 2006.