Home Brand dan private label sendiri sudah beberapa tahun lalu diperkenalkan. Namun biasa nya hanya merupakan produk subtitusi saja, mengapa?? Karena rupanya di pasaran Indonesia, masyarakat lebih enggan untuk berpindah brand atau masih belum percaya dengan brand yang belum terbukti bagus. Sulit juga bagi account untuk merubah image ini.
Mungkin kita sering mendengar brand ARO (Makro), Value Plus (Hypermart/Matahari), Yoa (Yogya/Yomart), PAS (Alfa/Alfamart), Giant (Giant), Carrefour(Carrefour). Semua brand ini adalah brand yang dihasilkan account masing-masing, tentu saja dari harga jauh lebih miring dari brand sejenis. Account tersebut sendiri tidak memproduksi barang-barang tersebut, produk-produk home brand mereka berasal dari hasil kerja sama dengan produsen-produsen tertentu dan mereka kemas dengan Logo Home Brand mereka.
Ironis nya kadang mereka bekerja sama dengan produsen/supplier yang brand nya market leader di pasaran, sehingga dari sisi supplier itu seperti kanibalisme produk, beda hal nya dengan account yang menganggap hal itu keuntungan luar biasa.
Beberapa sumber mengatakan, di luar negri produk home brand cukup kuat, produk home brand tersebut misalnya dari wal*mart dimana kontribusi nya sudah mencapai 20% dari kategori FMCG (Fast Moving Consumer Good). Berarti untuk pasaran di Indonesia produk home brand masih ada peluang. Apa yang harus dilakukan?? Perkuat image produk dengan kualitas yang baik.
-fLoreNz-
Gambar : 2&3, Prensentasi Shopper Trend Nielsen 2006.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar